Untuk daerah yang selama beberapa waktu ini terkena asap akibat kebakaran hutan dan lahan (karhutla) maka curah hujan merupakan dambaan bagi setiap orang. Sebenarnya memang ada yang sudah mengalami hujan namun bukan berarti bahwa musim hujan telah datang. Awal musim hujan baru terjadi bila curah hujan melebihi 50 mm yang kemudian diikuti dengan dua dasa harian berikutnya juga masing-masing lebih dari 50 mm. Namun untuk awan-awan yang berpotensi menghasilkan hujan dibutuhkan kelembapan relatif yang cukup yang bisa menghasilkan hujan. Kelembapan relatif 75-85% menjamin teraktifasinya tetes-tetes awan menjadi tetes hujan. Dengan demikian maka hujan buatan dengan menaburkan garam dapur atau urea yang notabene merupakan salah satu upaya bentuk modifikasi cuaca patut untuk dicoba untuk meningkatkan jumlah tetes awan dan tetes hujan yang ada di atmosfer. Beberapa waktu ini ada wacana tentang penggunaan kapur tohor untuk mengatasi asap dari kebakaran hutan. Ini juga merupakan salah satu bentuk modifikasi cuaca untuk mengikat partikel asap agar berukuran lebih besar sehingga bisa dijatuhkan sebagai partikel "hujan". Kapur tohor juga mempunyai sifat menyerap air di sekitarnya (higroskopis). Mengingat awan potensial yang ada tidak berjumlah cukup karena radiasi matahari tidak sampai ke permukaan bumi sehingga tidak bisa menguapkan air dari permukaan air, tanah dan tanaman (menghambat evaporasi dan transpirasi, evapotranspirasi) maka ini menghambat pada proses keberhasilan pembentukan "hujan buatan". Asap yang tebal inilah yang menghalangi proses penyinaran matahari langsung sampai permukaan bumi. Selain daripada itu, angin lemah yang berasal dari benua Australia tidak banyak membawa uap air selama perjalanannya menuju wilayah karhutla. Mengingat gerak semu matahari yang bergeser menuju ekuator maka dapat dipastikan bahwa perawanan juga bergeser mengikuti gerak semu matahari ini. Meskipun demikian, apakah perawanan ini membawa cukup uap air yang berpotensi timbulnya awan konvergensi dan awan konvektif di tempat-tempat karhutla, masih harus dipantau lebih lanjut. Pergeseran angin makin menjadi angin timur laut di belahan bumi utara merupakan awal yang cocok untuk melakukan hujan buatan. Semoga dalam waktu dekat ini merupakan waktu yang cocok untuk melakukan hujan buatan, bilamana kapur tohor tersebut tidak mampu untuk turun menjadi "hujan". Semoga kapur tohor yang jatuh yang bereaksi dengan uap air dan asap tidak menimbulkan masalah baru bagi kesehatan makhluk hidup. Semakin banyak uap air yang terserap oleh kapur tohor maka peluang terjadinya hujan buatan makin besar. Langit yang tertutup warna merah di propinsi Jambi kemarin merupakan fenomena optik biasa mengingat ukuran partikel yang ada di atmosfer meningkat dengan meningkatnya kepekatan asap karhutla. Entah karena pengaruh penaburan kapur tohor atau karena angin lemah akibat gaya gradien tekanan yang ada tidak cukup kuat, perlu dilihat di lapangan.
Kebakaran hutan dan lahan (karhutla) dan Hujan buatan
Sejak memasuki musim kemarau ini, mulai makin banyak terjadi kebakaran hutan di beberapa propinsi di pulau Sumatera dan Kalimantan. Beberapa waktu terakhir juga dikabarkan bahwa Malaysia dan Singapura makin sering protes terhadap asap kebakaran yang terjadi di negara kita. Bisa dipahami mengingat asap menyebabkan udara tercemar dan bisa berdampak buruk bagi kesehatan. Bahkan psikologis manusiapun terganggu karena peristiwa ini. Masyarakat menjadi lebih mudah marah atau kalau sudah mencapai puncaknya meluapkan kemarahanpun dengan cara diam atau cara-cara destruktif lainnya. Ini karena manusia bisa hidup dengan nyaman dan bekerja secara produktif pada temperatur dan kelembapan relatif tertentu. Lihat kembali tentang indeks ketidaknyamanan (discomfort index) seperti terlihat pada gambar di bawah ini.
https://www.researchgate.net/figure/11-Thoms-discomfort-index-table_fig5_307522631
Garis mendatar menyatakan kelembapan relatif dan garis vertikal menyatakan temperatur. Nilai pertemuan antara garis vertikal dan garis mendatar menunjukkan indeks ketidaknyamanannya. Misal bila nilainya kurang dari 21 menyatakan kenyamanan, nilai 21 sampai dengan 24 menyatakan kurang dari separuh penduduk merasakan ketidaknyamanan, 25-27 menyatakan lebih dari separuh populasi merasakan ketidaknyaman, dan seterusnya.
Oksigen yang banyak dihasilkan hutan akan menjadikan udara menjadi segar. Daun-daun merupakan salah satu tempat pelepasan terbesar oksigen ke atmosfer melalui stomatanya. Kejadian terbesar terdapat pada siang hari pada saat proses fotosintesis terjadi. Jadi sebenarnya negara ASEAN juga beruntung dengan masih luasnya hutan di negara kita dan sebagian dari negara ASEAN juga seharusnya turut bertanggungjawab terhadap rusaknya hutan di negara kita mengingat ada sebagian warganya yang memanfaatkan warga negara kita untuk membabat hutan.
Ribuan titik api yang tersebar di pulau Sumatera dan Kalimantan ini bila tidak segera dipadamkan akan makin membuat suasana menjadi makin tidak nyaman. Banyak usaha yang sudah dilakukan oleh pemerintah, swasta dan masyarakat untuk mengatasi kebakaran hutan tersebut. Mulai secara manual yakni dengan menggunakan dahan-dahan berdaun yang dipukulkan ke kobaran api, menyemprot air secara manual, menggunakan mobil pemadam kebakaran. Cara lain adalah dengan water bombing dan hujan buatan. Mengapa sekarang belum berhasil bila dilakukan hujan buatan? Tidak lain karena persyaratan hujan buatan tidak terpenuhi dengan baik. Mekanisme pembentukan tetes-tetes hujan tidak terjadi dengan baik. Silakan baca buku "Cuaca, Musim dan Iklim Tropis" dan "Anomali Cuaca dan Iklim Indonesia" terbitan Penerbit ITB telepon (022)2504257 fax. 022 2534155 dengan url: www.penerbit.itb.ac.id.
Lagu WAJIB NASIONAL
Sudah lama banyak di antara kita semua yang tidak mendengar
lagu wajib nasional, padahal banyak. Yang sering disampaikan dalam
upacara-upacara bendera tiap hari senin adalah lagu Indonesia Raya saja,
lagu-lagu wajib lainnya jarang bahkan mungkin tidak diperdengarkan dalam
upacara tersebut. Akibatnya kita sering lupa bahwa kita mempunyai banyak lagu
wajib yang mengikat kita sebagai bangsa yang bertanah air dan berbahasa
INDONESIA. Dalam acara kenegaraanpun, yang paling nyaring terdengar adalah lagu
Indonesia Raya. Lagu lain semacam Maju Tak Gentar, Indonesia Pusaka, Rayuan
Pulau Kelapa, Garuda Pancasila, Bangun Pemudi Pemuda, dll jarang terdengar. Dalam
acara tujuhbelas Agustus-an kemarin lagu-lagu ini juga jarang diperdengarkan di
pelosok negeri. Ada baiknya bila lagu-lagu wajib nasional diperkenalkan lagi
sejak dini dan ada perlombaan menyanyikan lagu-lagu tersebut. Barangkali ada
bagusnya juga para wakil rakyat diuji pengetahuannya tentang lagu wajib
nasional. Pengetahuan dan penghayatan yang baik tentang lagu wajib nasional
akan makin membangkitkan kita untuk mencintai tanah air, bangsa dan Bahasa kita
yang demikian indah dan menakjubkan. Alangkah hebatnya bila Bahasa Indonesia-pun
menjadi Bahasa internasional yang digunakan dalam forum resmi Perserikatan
Bangsa-Bangsa mengingat jumlah penduduk kita adalah ke-5 terbesar di dunia.
Tugas dan langkah besar bila hal ini bisa terwujud, selain bahwa kita akan
menjadi macan dunia, negara adidaya maju dunia. Semua potensi bangsa baik
sumber daya alamnya yang demikian luar biasa dan sumber daya manusia yang makin
terbuka alam pikirannya dengan berkembangnya teknologi informasi dan komunikasi
akan dapat mempercepat terwujudnya hal tersebut. Bagaikan zamrud khatulistiwa
yang demikian berkilau. Pembukaan UUD 1945 yang demikian indah dan menakjubkan
sangat mencerminkan bagaimana founding
fathers & mothers dan seluruh generasi setelahnya untuk mewujudkannya. Sejarah bangsa ini yang demikian bergonta
ganti antara cemerlang dan kelam yang kemudian bangkit makin cemerlang semoga
tidak dirusak oleh orang-orang yang tidak bertanggungjawab yang
membentur-benturkan dengan menggunakan issue-issue SARA (suku, agama, ras dan
antar golongan).
Apakah diperkenankan lagu wajib diperbarui dengan aspek
kekinian sehingga lebih meresap dalam hati sanubari penyanyi dan pendengarnya,
saya pikir mungkin bisa/boleh. CMIIW. Yang jelas bahwa lagu tersebut harus bisa
menggugah semangat kebangsaan kita sebagai bertanah air yang satu, berbangsa
yang satu, dan berbahasa yang satu … INDONESIA.
Bukankah hal tersebut demikian indahnya?? Selama masih mengalir dalam darahnya
semangat nasionalisme, saya yakin tidak akan mudah negeri kita NKRI tercinta
ini digoyang dengan issue-issue SARA. Perbedaan-perbedaan
dalam hal SARA tetap harus terikat dalam semangat kebangsaan dan nasionalisme Indonesia
yang tetap kita pertahankan namun TIDAK dibentur-benturkan. Bagaimanapun dan
siapapun pemerintahnya, sebisa mungkin tetap mengakomodasi kebhinekaan
tersebut. Jangan sampai era keterbukaan menyebabkan kita terpecah belah namun
justru kita harus makin kompak dalam menumbuhkembangkan negeri kita tercinta
ini menjadi negara yang maju, berkeadilan sosial, makmur, dan sejahtera.
Percepatan-percepatan di sana sini dalam proses pembangunan
harus diperbaiki dan juga berorientasi pada hasil yang baik. Namun
percepatan-percepatan yang dilakukan jangan sampai grusa grusu/kebat kliwat (tergesa-gesa sehingga ceroboh). Umpan
balik dari hasil dan kebijakan yang dibuat digunakan untuk memperbaiki input
dan proses serta hasil pembangunan. Kebijakan-kebijakan yang menghambat dalam
berkreasi dan berinovasi diperbaiki sebaik mungkin. Semua potensi bangsa harus
diberdayakan dengan bertumpukan pada sumber daya yang unggul dan tampil prima.
Sarana dan prasarana dasar baik infrastruktur dan suprastruktur seperti
psikologi, kesehatan, pendidikan, hankam, sandang, pangan, papan, manajemen,
informasi sehingga masyarakat bisa beraktualisasi diri secara bijak harus
dikelola sedemikian hingga negara kita menjadi yang kita rakyat Indonesia
inginkan bersama. Puncak itu semua adalah spiritualitas yang berwujud
keikhlasan bahwa negara kita masih semacam ini saat ini. Ikhlas memberi dan
menerima sesuai kewajiban dan haknya sebagai WNI yang demikian majemuk. Tidak
mudah untuk sampai pada tahap ikhlas meskipun dengan mudah kita bisa ucapkan
setiap saat. Semuanya butuh waktu dan proses. Bersyukurlah bahwa arah
pembangunan yang makin membaik dari waktu ke waktu bisa kita wujudkan secara
bertahap. Sudah waktunya haluan negara kita samakan persepsinya agar negeri
kita tidak mudah berubah arahnya karena pergantian kepemimpinan daerah dan
nasional serta legislatif dan yudikatifnya. Berilah kesempatan kepada yang sedang memangku amanah untuk menunaikan tugasnya dengan baik sesuai tujuan pembangunan nasional, kecuali yang bermasalah hukum. Salam INDONESIA MAJU DAN BERKEADILAN SOSIAL!!!
Langganan:
Postingan (Atom)
ENTRI UNGGULAN
Diundurpun ternyata kesepakatan dana aksi iklim sangat kecil
Konferensi IPCC di Azerbaijan telah ditutup molor 30 jam dari rencana semula. Banyak pihak menilai bahwa hasil konferensi pun terjelek sepa...
POSTINGAN POPULER
-
Sebelum membahas segala macam hal terkait anomali cuaca dan iklim di wilayah tropis ada baiknya bagi kita untuk mengetahui bagaimana sih y...
-
Kali ini saya tidak akan lagi banyak menyampaikan teori, namun lebih banyak analisis yang akan saya sampaikan tentang berbagai fenomena cua...
-
Saudara-saudara semuanya, berikut ini adalah buku yang saya tujukan untuk kegiatan amal khususnya bagi saudara-saudara kita yang yatim. Tid...
-
Melihat gambar di bawah ini yang menunjukkan streamline yang mulai bergeser dan menunjukkan pola timuran yang mulai dominan maka kelihata...
-
Hari hari ini para ahli iklim dan berbagai bidang sedang melakukan konferensi di Baku Azarbaijan untuk mendiskusikan masalah iklim global d...