Monsoon di Asia Tenggara

Di antara berbagai belahan dunia yang mengalami monsoon, yang perkembangan monsoon nya terbaik adalah yang ada di Asia Tenggara. Beberapa bagian dunia yang mengalami monsoon adalah di Afrika, Asia Selatan, Asia Timur, Asia Tenggara dan Amerika. Di Afrika, pergerakan monsoonnya dapat dilihat pada laman https://djokowiratmo.blogspot.com/search?q=monsoon+Afrika . Monsoon pada galibnya merupakan pembalikan arah angin secara musiman akibat perbedaan pemanasan antara daratan dan lautan. Menurut Ramage dan Khromov, monsoon terjadi bila pembalikan arah angin tersebut minimal 120 derajat dan kecepatan angin minimal 3 m/s secara persisten/ajeg kurang lebih 40%, serta distribusi tekanananya renggang. Berbeda dengan monsoon Afrika, monsoon Asia Tenggara mencapai Australia bagian Utara. Pada saat musim panas di Asia maka tekanan rendah terbentuk di daratan Asia dan tekanan tinggi berada di Australia. Akibatnya terbentuk monsoon Australia yang sedikit membawa uap air khususnya bagi wilayah Indonesia karena faktor jarak dan daerah yang dilaluinya banyak berupa daratan sehingga sedikit membawa uap air. Terkecuali wilayah pegunungan yang diuntungkan dengan pembentukan hujan orografis di daerah yang menghadap monsoon Australia. Daerah lainnya banyak mengalami musim kemarau kecuali di wilayah-wilayah dimana pengaruh ekuatorial dan lokal mendominasi. Sementara itu saat musim dingin Asia maka Asia khususnya dataran tinggi Tibet mengalami tekanan tinggi sehingga massa udara bergerak ke arah Australia dimana sebagian melalui Pasifik barat sebagai pasat timur laut dan karena membawa uap air yang banyak maka Indonesia mengalami musim hujan. Pasat timur laut ini setelah melalui ekuator akan menjadi angin barat laut. Maka tidak aneh bila musim hujan diawali oleh permulaannya dari wilayah Sumatera bergeser ke tenggara ke arah Jawa kemudian ke timur ke Nusa Tenggara. Ketika mencapai Nusa Tenggara curah hujannya sudah jauh berkurang sehingga wajar bila di wilayah ini kurang mendapatkan curah hujan baik saat musim hujan maupun musim kemarau. Akibatnya wilayah ini banyak menjadi savana dan padang rumput sehingga cocok untuk peternakan kuda dan sapi. Jadi tidak mengherankan bahwa salah satu lumbung ternak dan susu berada di kawasan ini.
Monsoon musim panas dan dingin Asia yang dialami Asia Tenggara ini berkembang dengan baik saat bulan April sampai September dan Oktober sampai Maret setiap tahunnya. Itu pada kondisi normal, artinya baik Dipole Mode maupun ENSO berada pada kondisi normal juga. Namun ketika terjadi penyimpangan positif atau negatif yang besar pada kedua fenomena tersebut ditambah lagi pengaruh osilasi Madden Julian maka ada pengaruh tertentu pada pola monsoon tersebut. Bisa berdampak menambah curah hujan atau berkurangnya curah hujan sehingga kekeringan terjadi.
https://www.cpc.ncep.noaa.gov/products/Global_Monsoons/Asian_Monsoons/Asian_Monsoons.shtml Video di atas dapat dengan jelas menggambarkan bagaimana pergerakan monsoon dari waktu ke waktu selama periode yang ditunjukkan. Terlihat dengan jelas pembalikan arah angin pada waktu-waktu yang ditunjukkan di atas pada ketinggian kurang lebih 1,5 kilometer dari permukaan bumi. 

Buku besutan tentang meteorologi tropis

Bumi dan atmosfernya merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan. Selubung gas yang menyelimuti bumi memengaruhi kehidupan manusia dengan berbagai cara. Radiasi matahari sebagai sumber energi memberikan pengaruh nyata melalui interaksinya dengan atmosfer dan permukaan bumi. Pantulan, hamburan, terusan, serapan merupakan proses-proses yang dialami oleh radiasi matahari ketika mencapai atmosfer bumi. Neraca radiasi yang ada, yakni antara radiasi matahari yang masuk dan yang keluar dari sistem bumi akan memengaruhi terbentuknya cuaca dan iklim. Kehadiran gas-gas rumah kaca yang melimpah di atmosfer seperti CO2, NOx, CH4, uap air dan ozon berdampak pada neraca radiasi, berakibat pada pemanasan atmosfer yang berimbas pada terjadinya perubahan iklim. Perubahan iklim telah menjadi issue global yang mendapat banyak perhatian dari para pemimpin di dunia sehingga menjadi agenda rutin Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) setiap tahunnya.
Itu adalah petikan dari buku "Cuaca, Musim dan Iklim Tropis" karanganku yang diterbitkan oleh Penerbit ITB dengan cover sebagai berikut:
Isinya yang ringan tetapi tidak mengesampingkan bobot ilmiahnya ini disampaikan dengan bahasa yang lugas dan mudah untuk dipahami oleh berbagai kalangan. Silahkan dipesan langsung ke Penerbit ITB.

Banjir dan penanggulangannya melalui pendekatan sistemik

Barangkali anda akan tertawa atau menertawakan mengapa saat ini bicara tentang banjir. Bukankah banyak daerah mengalami kebakaran hutan dan atau lahan? Bukankah waktu menunjukkan bahwa masih musim kemarau? Sejumlah pertanyaan yang menurut penulis wajar-wajar saja. Apa yang penulis sampaikan ini adalah untuk mengingatkan akan potensi datangnya banjir saat musim hujan mendatang sekaligus introspeksi diri apakah pembangunan berbasis cuaca, musim dan iklim sudah mulai kita jalankan. Meskipun saat ini masih menginjak musim transisi di banyak wilayah di Indonesia khususnya yang mempunyai curah hujan tipe monsoonal namun di berbagai wilayah khususnya yang berada di Utara ekuator atau khatulistiwa sebagian sudah memasuki musim hujan. Ini bisa kita lihat dari citra satelit Himawari 8 dan pola streamline (garis arus) yang sudah sebagian mengarah timur laut meskipun beberapa waktu terakhir polanya berubah-ubah. Pembentukan pusat-pusat siklon atau gerak berputar dari pola angin yang berada di utara ekuator (ditandai dengan huruf C) menghambat untuk pembentukan hujan di banyak wilayah di tanah air. Pola streamline tersebut dapat dilihat pada gambar berikut ini.
Masih banyaknya atau dominannya angin tenggara sampai timur di belahan bumi selatan mengindikasikan musim kemarau sampai dengan musim transisi menuju musim hujan. Kondisi mendatang dimana diprakirakan oleh BMKG (Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika) banyak wilayah memasuki musim hujan pada awal bulan November 2019 bisa berpotensi menyebabkan banjir. Kondisi banjir mengakibatkan air meluap keluar dari sungai dan menggenangi areal persawahan, permukiman dan badan-badan jalan sehingga mengganggu ekonomi masyarakat, aktivitas sosial budaya, mobilitas transportasi, kerugian harta benda  dan sebagainya bahkan terkadang menelan korban jiwa.
Banjir terjadi oleh karena tiga faktor yakni intensitas hujan yang tinggi melebihi kapasitas infiltrasi, limpasan permukaan daerah aliran sungai sudah tinggi dan atau kapasitas sungai sudah menurun akibat sedimentasi di badan sungai atau menyempitnya sungai akibat sampah dsb. Tingginya intensitas hujan sebagai penyebab utama banjir umumnya relevan dengan banjir yang terjadi bukan pada awal musim hujan tapi pada pertengahan sampai akhir musim hujan karena pada saat tersebut tanah sudah mulai jenuh akibat hujan yang terjadi sebelumnya. Air tidak dapat lagi meresap ke dalam tanah tapi menggenang dan berjalan ke tempat yang lebih rendah. Faktor ini tidak dapat dicegah oleh manusia karena prosesnya sangat alami. Tingginya limpasan daerah aliran sungai (DAS) sebagai penyebab utama banjir akan relevan pada DAS yang penggunaan lahannya didominasi oleh pertanian yang pengelolaannya tidak mematuhi kaidah konservasi tanah, perubahan penggunaan lahan seperti misalnya yang tadinya hutan diubah peruntukannya menjadi non hutan, pemukiman, penggembalaan dan atau industri. Sedangkan faktor ketiga sebagai penyebab utama banjir relevan untuk DAS yang tingkat erosinya tinggi, banyak tanah longsor karena banyak penambangan liar dan penggundulan hutan, dan atau banyaknya sampah atau limbah padat yang dibuang ke sungai. Umumnya banjir terjadi karena kombinasi dari dua atau tiga faktor di atas.
Lahan kritis
Untuk mengelola risiko bencana banjir, kita tidak dapat mencegah terjadinya hujan lebat. Kita dapat mengurangi kemungkinan terjadinya bencana dengan mencegah atau memperbaiki lahan kritis. Meskipun sudah ada program reboisasi sejak tahun 1960an, luas lahan kritis bukannya berkurang melainkan semakin bertambah misal dengan adanya kebakaran hutan dan atau lahan. Belum diperoleh data terbaru namun coba lihat data Kalimantan Utara berikut ini.
Dari data tersebut memang belum diperoleh timeline dari wilayah yang sama namun setidaknya tabel tersebut menunjukkan betapa besarnya jumlah lahan kritis dan sangat kritis di propinsi tersebut.

Secara umum di Indonesia, lahan-lahan kritis dan sangat kritis kemungkinan bisa disebabkan oleh tiga faktor. Pertama karena ada oknum pejabat yang pura-pura tidak mengetahui ada penebangan liar yang terjadi di wilayahnya dimana barangkali dia juga diuntungkan oleh penebangan liar tersebut. Lahan penebangan tersebut diubah menjadi lahan pertanian dan perkebunan yang hasilnya bisa jadi ditadah atau disalurkan oleh pihak-pihak tertentu. Oknum-oknum inilah yang membiayai penebangan ini. Faktor kedua adalah kegagalan reboisasi yang telah dilakukannya sejak tahun 1960an. Kegagalan reboisasi pada tahun pertama bisa mencapai 50%. Karena pemeliharaan yang minim maka lima tahun pertama hanya tinggal beberapa persen saja yang tumbuh dengan baik, sisanya mati atau kerdil. Kemudian dilakukan penghijauan lagi yang waktunya sering tidak tepat. Anggaran turun akhir musim penghujan sehingga bibit yang kecil ditanam pada musim kemarau yang akhirnya mati juga. Faktor ketiga adalah kemiskinan yang diperparah oleh kebijakan pembangunan yang tidak pro masyarakat miskin. Pembangunan jalan tol, industri, dan pemukiman-pemukiman mewah yang memarjinalkan masyarakat miskin. Pemilik lahan mendapat ganti rugi namun biasanya jauh dari harga pasar. Buruh tani, pedagang pengangkut hasil pertanian yang kehilangan mata pencahariannya tidak mendapat ganti rugi. Mereka tergusur dan hanya memiliki dua pilihan, satu naik ke perbukitan dan membabat hutan yang ditanami tanaman hortikultura atau yang lain agar tidak mati kelaparan dan yang kedua adalah bermigrasi ke kota dan menambah jumlah kelompok marjinal.  Tapi itu dulu, saat jaman antah berantah. Sekarang kondisinya lebih membaik dan semoga tidak seperti yang digambarkan di atas. Penebangan liar dan pembakaran hutan dan lahan meskipun pernah mempunyai tren peningkatan, saat ini terjadi tren penurunan. Reboisasi yang dilakukan sudah mengalami peningkatan tetapi kebakaran hutan dan lahan memang menyebabkan usaha tersebut seperti sia-sia. Tidak ada salahnya untuk dilakukan lagi secara terus menerus agar supaya wilayah Indonesia makin hijau. Faktor kemiskinan juga menurun menjadi tinggal sekitar 9%.
Upaya mitigasi dan penanggulangan
Memperkecil konsekuensi bencana dapat dilakukan dengan menggunakan sifat curah hujan dan peta topografi. Berdasarkan data tersebut dapat direncanakan tata ruang pembangunan untuk menghindari penduduk terdorong ke perbukitan/pegunungan dan membangun permukiman di sana, pemetaan kerentanan dan risiko bencana. Dalam analisis mengenai dampak lingkungan harus secara eksplisit dicantumkan rekomendasi cara menangani rakyat miskin bukan pemilik lahan. Permukiman yang terlanjur ada yang mempunyai risiko bencana harus ditata ulang kembali atau direlokasi. Walaupun biayanya mahal namun hal ini sepadan dengan kalau tindakan kuratif yang dilaksanakan.
Cara lain adalah kita harus melakukan deteksi dini luas lahan kita kemudian diterapkan penjagaan terhadap kawasan-kawasan yang rawan bencana, tidak hanya tutupannya tetapi juga kondisi tanamannya yang memenuhi syarat ekosistem. Percepatan reboisasi lahan-lahan gundul semestinya dilakukan berpacu dengan waktu. Kerjasama antara KLHK dan instansi lain perlu juga digalakkan untuk memberikan penyuluhan konservasi tanah, memperkuat penanaman tanaman keras akar dalam di lokasi perkebunan, penguatan program kampung iklim (proklim) serta berbagai upaya mikro lainnya mengingat adanya kaskade skala kegiatan dsb. KLHK harus mendorong pembangunan hutan rakyat terutama di daerah miring dan hulu serta mendorong dihindarkannya permukiman di daerah endapan alluvial yang mudah longsor. Selain hal di atas kita juga harus mengembalikan fungsi hutan yang sesungguhnya yang sebenarnya multifungsi. Kadangkala kita terjebak hanya pada satu fungsi saja, misalnya hutan produksi hanya untuk tujuan produksi saja padahal hutan produksi juga mempunyai fungsi lindung atau sosial pada beberapa arealnya. Perlu dilakukan taga guna hutan mikro yakni tata guna hutan berdasarkan identifikasi karakteristik biofisiknya serta aspek sosial, ekonomi dan budaya sehingga mungkin bisa terjadi dalam hutan produksi ada area yang dikelola sebagai kawasan lindung atau sebaliknya. Pada kawasan hutan konservasi juga demikian. Mungkin pada zona tertentu yang memungkinkan dikelola untuk tujuan produksi atau peningkatan kesejahteraan masyarakat, tidak hanya untuk tujuan pelestarian keanekaragamanan hayati.
Perbaikan sempadan sungai, normalisasi sungai dengan mengatur agar sedimentasi tidak menyebabkan pendangkalan sungai (pengerukan sungai) dan perbaikan drainase merupakan langkah lain yang bisa ditempuh untuk mengurangi dampak yang ditimbulkan hujan deras.
Selain hal yang telah dikemukakan di atas, momen musim kemarau merupakan momen yang tepat untuk pembangunan infrastruktur fisik seperti jalan tol, saluran irigasi, saluran drainase, gedung dan bangunan, jalur kereta cepat, instalasi listrik dan air minum serta yang lainnya. Jadi merupakan hal yang sangat penting untuk melihat cuaca, musim dan iklim dalam proses perencanaan dan pelaksanaan pembangunan. Ini selain akan menghemat anggaran, juga akan menyebabkan percepatan dalam pembangunan infrastruktur. Percepatan-percepatan tanpa mengurangi kualitas bangunan dan ramping organisasi tapi padat fungsi sangat diperlukan dalam pembangunan. Pendekatan sistemik harus dilakukan sejak dini sehingga trilyunan rupiah bisa dihemat dari proses semacam ini.
Ketika semua itu sudah dilakukan maka semoga banjir yang akan datang tidak sehebat tahun-tahun sebelumnya. Banjir bukan lagi merupakan hal yang biasa namun menjadi hal yang sangat luar biasa karena sangat jarang terjadi. In sya allah. Aamiin. 

Semoga segera musim hujan

Untuk daerah yang selama beberapa waktu ini terkena  asap akibat kebakaran hutan dan lahan (karhutla) maka curah hujan merupakan dambaan bagi setiap orang. Sebenarnya memang ada yang sudah mengalami hujan namun bukan berarti bahwa musim hujan telah datang. Awal musim hujan baru terjadi bila curah hujan melebihi 50 mm yang kemudian diikuti dengan dua dasa harian berikutnya juga masing-masing lebih dari 50 mm. Namun untuk awan-awan yang berpotensi menghasilkan hujan dibutuhkan kelembapan relatif yang cukup yang bisa menghasilkan hujan. Kelembapan relatif 75-85% menjamin teraktifasinya tetes-tetes awan menjadi tetes hujan. Dengan demikian maka hujan buatan dengan menaburkan garam dapur atau urea yang notabene merupakan salah satu upaya bentuk modifikasi cuaca patut untuk dicoba untuk meningkatkan jumlah tetes awan dan tetes hujan yang ada di atmosfer. Beberapa waktu ini ada wacana tentang penggunaan kapur tohor untuk mengatasi asap dari kebakaran hutan. Ini juga merupakan salah satu bentuk modifikasi cuaca untuk mengikat partikel asap agar berukuran lebih besar sehingga bisa dijatuhkan sebagai partikel "hujan". Kapur tohor juga mempunyai sifat menyerap air di sekitarnya (higroskopis). Mengingat awan potensial  yang ada tidak berjumlah cukup karena radiasi matahari tidak sampai ke permukaan bumi sehingga tidak bisa menguapkan air dari permukaan air, tanah dan tanaman (menghambat evaporasi dan transpirasi, evapotranspirasi) maka ini menghambat pada proses keberhasilan pembentukan "hujan buatan". Asap yang tebal inilah yang menghalangi proses penyinaran matahari langsung sampai permukaan bumi. Selain daripada itu, angin lemah yang berasal dari benua Australia tidak banyak membawa uap air selama perjalanannya menuju wilayah karhutla. Mengingat gerak semu matahari yang bergeser menuju ekuator maka dapat dipastikan bahwa perawanan juga bergeser mengikuti gerak semu matahari ini. Meskipun demikian, apakah perawanan ini membawa cukup uap air yang berpotensi timbulnya awan konvergensi dan awan konvektif di tempat-tempat karhutla, masih harus dipantau lebih lanjut.  Pergeseran angin makin menjadi angin timur laut di belahan bumi utara merupakan awal yang cocok untuk melakukan hujan buatan. Semoga dalam waktu dekat ini merupakan waktu yang cocok untuk melakukan hujan buatan, bilamana kapur tohor tersebut tidak mampu untuk turun menjadi "hujan". Semoga kapur tohor yang jatuh yang bereaksi dengan uap air dan asap tidak menimbulkan masalah baru bagi kesehatan makhluk hidup. Semakin banyak uap air yang terserap oleh kapur tohor maka peluang terjadinya hujan buatan makin besar. Langit yang tertutup warna merah di propinsi Jambi kemarin merupakan fenomena optik biasa mengingat ukuran partikel yang ada di atmosfer meningkat dengan meningkatnya kepekatan asap karhutla. Entah karena pengaruh penaburan kapur tohor atau karena angin lemah akibat gaya gradien tekanan yang ada tidak cukup kuat, perlu dilihat di lapangan.

Kebakaran hutan dan lahan (karhutla) dan Hujan buatan

Sejak memasuki musim kemarau ini, mulai makin banyak terjadi kebakaran hutan di beberapa propinsi di pulau Sumatera dan Kalimantan. Beberapa waktu terakhir juga dikabarkan bahwa Malaysia dan Singapura makin sering protes terhadap asap kebakaran yang terjadi di negara kita. Bisa dipahami mengingat asap menyebabkan udara tercemar dan bisa berdampak buruk bagi kesehatan. Bahkan psikologis manusiapun terganggu karena peristiwa ini. Masyarakat menjadi lebih mudah marah atau kalau sudah mencapai puncaknya meluapkan kemarahanpun dengan cara diam atau cara-cara destruktif lainnya. Ini karena manusia bisa hidup dengan nyaman dan bekerja secara produktif pada temperatur dan kelembapan relatif tertentu. Lihat kembali tentang indeks ketidaknyamanan (discomfort index) seperti terlihat pada gambar di bawah ini.
https://www.researchgate.net/figure/11-Thoms-discomfort-index-table_fig5_307522631
Garis mendatar menyatakan kelembapan relatif dan garis vertikal menyatakan temperatur. Nilai pertemuan antara garis vertikal dan garis mendatar menunjukkan indeks ketidaknyamanannya. Misal bila nilainya kurang dari 21 menyatakan kenyamanan, nilai 21 sampai dengan 24 menyatakan kurang dari separuh penduduk merasakan ketidaknyamanan, 25-27 menyatakan lebih dari separuh populasi merasakan ketidaknyaman, dan seterusnya.
Oksigen yang banyak dihasilkan hutan akan menjadikan udara menjadi segar. Daun-daun merupakan salah satu tempat pelepasan terbesar oksigen ke atmosfer melalui stomatanya. Kejadian terbesar terdapat pada siang hari pada saat proses fotosintesis terjadi. Jadi sebenarnya negara ASEAN juga beruntung dengan masih luasnya hutan di negara kita dan sebagian dari negara ASEAN juga seharusnya turut bertanggungjawab terhadap rusaknya hutan di negara kita mengingat ada sebagian warganya yang memanfaatkan warga negara kita untuk membabat hutan. 
Ribuan titik api yang tersebar di pulau Sumatera dan Kalimantan ini bila tidak segera dipadamkan akan makin membuat suasana menjadi makin tidak nyaman. Banyak usaha yang sudah dilakukan oleh pemerintah, swasta dan masyarakat untuk mengatasi kebakaran hutan tersebut. Mulai secara manual yakni dengan menggunakan dahan-dahan berdaun yang dipukulkan ke kobaran api, menyemprot air secara manual, menggunakan mobil pemadam kebakaran. Cara lain adalah dengan water bombing dan hujan buatan. Mengapa sekarang belum berhasil bila dilakukan hujan buatan? Tidak lain karena persyaratan hujan buatan tidak terpenuhi dengan baik. Mekanisme pembentukan tetes-tetes hujan tidak terjadi dengan baik. Silakan baca buku "Cuaca, Musim dan Iklim Tropis" dan "Anomali Cuaca dan Iklim Indonesia" terbitan Penerbit ITB telepon (022)2504257 fax. 022 2534155 dengan url: www.penerbit.itb.ac.id.


Lagu WAJIB NASIONAL


Sudah lama banyak di antara kita semua yang tidak mendengar lagu wajib nasional, padahal banyak. Yang sering disampaikan dalam upacara-upacara bendera tiap hari senin adalah lagu Indonesia Raya saja, lagu-lagu wajib lainnya jarang bahkan mungkin tidak diperdengarkan dalam upacara tersebut. Akibatnya kita sering lupa bahwa kita mempunyai banyak lagu wajib yang mengikat kita sebagai bangsa yang bertanah air dan berbahasa INDONESIA. Dalam acara kenegaraanpun, yang paling nyaring terdengar adalah lagu Indonesia Raya. Lagu lain semacam Maju Tak Gentar, Indonesia Pusaka, Rayuan Pulau Kelapa, Garuda Pancasila, Bangun Pemudi Pemuda, dll jarang terdengar. Dalam acara tujuhbelas Agustus-an kemarin lagu-lagu ini juga jarang diperdengarkan di pelosok negeri. Ada baiknya bila lagu-lagu wajib nasional diperkenalkan lagi sejak dini dan ada perlombaan menyanyikan lagu-lagu tersebut. Barangkali ada bagusnya juga para wakil rakyat diuji pengetahuannya tentang lagu wajib nasional. Pengetahuan dan penghayatan yang baik tentang lagu wajib nasional akan makin membangkitkan kita untuk mencintai tanah air, bangsa dan Bahasa kita yang demikian indah dan menakjubkan. Alangkah hebatnya bila Bahasa Indonesia-pun menjadi Bahasa internasional yang digunakan dalam forum resmi Perserikatan Bangsa-Bangsa mengingat jumlah penduduk kita adalah ke-5 terbesar di dunia. Tugas dan langkah besar bila hal ini bisa terwujud, selain bahwa kita akan menjadi macan dunia, negara adidaya maju dunia. Semua potensi bangsa baik sumber daya alamnya yang demikian luar biasa dan sumber daya manusia yang makin terbuka alam pikirannya dengan berkembangnya teknologi informasi dan komunikasi akan dapat mempercepat terwujudnya hal tersebut. Bagaikan zamrud khatulistiwa yang demikian berkilau. Pembukaan UUD 1945 yang demikian indah dan menakjubkan sangat mencerminkan bagaimana founding fathers & mothers dan seluruh generasi setelahnya untuk mewujudkannya.  Sejarah bangsa ini yang demikian bergonta ganti antara cemerlang dan kelam yang kemudian bangkit makin cemerlang semoga tidak dirusak oleh orang-orang yang tidak bertanggungjawab yang membentur-benturkan dengan menggunakan issue-issue SARA (suku, agama, ras dan antar golongan).
Apakah diperkenankan lagu wajib diperbarui dengan aspek kekinian sehingga lebih meresap dalam hati sanubari penyanyi dan pendengarnya, saya pikir mungkin bisa/boleh. CMIIW.  Yang jelas bahwa lagu tersebut harus bisa menggugah semangat kebangsaan kita sebagai bertanah air yang satu, berbangsa yang satu, dan berbahasa yang satu …       INDONESIA. Bukankah hal tersebut demikian indahnya?? Selama masih mengalir dalam darahnya semangat nasionalisme, saya yakin tidak akan mudah negeri kita NKRI tercinta ini digoyang dengan issue-issue SARA.  Perbedaan-perbedaan dalam hal SARA tetap harus terikat dalam semangat kebangsaan dan nasionalisme Indonesia yang tetap kita pertahankan namun TIDAK dibentur-benturkan. Bagaimanapun dan siapapun pemerintahnya, sebisa mungkin tetap mengakomodasi kebhinekaan tersebut. Jangan sampai era keterbukaan menyebabkan kita terpecah belah namun justru kita harus makin kompak dalam menumbuhkembangkan negeri kita tercinta ini menjadi negara yang maju, berkeadilan sosial, makmur, dan sejahtera.
Percepatan-percepatan di sana sini dalam proses pembangunan harus diperbaiki dan juga berorientasi pada hasil yang baik. Namun percepatan-percepatan yang dilakukan jangan sampai grusa grusu/kebat kliwat (tergesa-gesa sehingga ceroboh). Umpan balik dari hasil dan kebijakan yang dibuat digunakan untuk memperbaiki input dan proses serta hasil pembangunan. Kebijakan-kebijakan yang menghambat dalam berkreasi dan berinovasi diperbaiki sebaik mungkin. Semua potensi bangsa harus diberdayakan dengan bertumpukan pada sumber daya yang unggul dan tampil prima. Sarana dan prasarana dasar baik infrastruktur dan suprastruktur seperti psikologi, kesehatan, pendidikan, hankam, sandang, pangan, papan, manajemen, informasi sehingga masyarakat bisa beraktualisasi diri secara bijak harus dikelola sedemikian hingga negara kita menjadi yang kita rakyat Indonesia inginkan bersama. Puncak itu semua adalah spiritualitas yang berwujud keikhlasan bahwa negara kita masih semacam ini saat ini. Ikhlas memberi dan menerima sesuai kewajiban dan haknya sebagai WNI yang demikian majemuk. Tidak mudah untuk sampai pada tahap ikhlas meskipun dengan mudah kita bisa ucapkan setiap saat. Semuanya butuh waktu dan proses. Bersyukurlah bahwa arah pembangunan yang makin membaik dari waktu ke waktu bisa kita wujudkan secara bertahap. Sudah waktunya haluan negara kita samakan persepsinya agar negeri kita tidak mudah berubah arahnya karena pergantian kepemimpinan daerah dan nasional serta legislatif dan yudikatifnya. Berilah kesempatan kepada yang sedang memangku amanah untuk menunaikan tugasnya dengan baik sesuai tujuan pembangunan nasional, kecuali yang bermasalah hukum. Salam INDONESIA MAJU DAN BERKEADILAN SOSIAL!!!



Selamat hari pendidikan nasional: momen untuk peningkatan kemampuan tenaga kerja

Hari ini, Kamis tanggal 2 Mei adalah hari pendidikan nasional dimana temanya adalah "Menguatkan pendidikan, memajukan kebudayaan". Boleh-boleh saja kalau mempermasalahkan tema tersebut, misalnya apakah memang pendidikan di Indonesia tidak kuat? Seberapa kuat pendidikan di Indonesia? Apakah kebudayaan kita belum maju? Bukankah warga negara lain mengakui bahwa Indonesia mempunyai budaya yang sudah maju sejak sekian abad yang lalu seperti misalnya saat jaman Sriwijaya dan Majapahit? Apakah memang telah terjadi kemunduran dalam pendidikan dan kebudayaan di Indonesia? Berbagai pertanyaan bisa dilontarkan terkait dengan dua hal tersebut.
Yang jelas bahwa masih banyak ketimpangan pendidikan antara Jawa dan luar Jawa, antara perkotaan dan pedesaan bahkan dalam pulau yang sama yang dengan adanya kemajuan teknologi ketimpangan tersebut makin melebar, meski langkah-langkah untuk mengatasinya juga sudah dilakukan namun kecepatannya tidak seperti yang diharapkan. Berbagai kendala dan alasan dimungkinkan. Tenaga pengajar yang terus diupayakan untuk ditingkatkan mutunya dan demikian juga anak didiknya kadangkala terkendala oleh birokrasi yang belum sepenuhnya saling menerima dan memberi (legowo saling mengisi). Dengan kata lain, sepertinya masih belum ada kekompakan dalam menggalang semua potensi yang ada agar kualitas guru dan anak didiknya makin meningkat di berbagai jenjang pendidikan. Sifat keakuan di level birokrasi tertentu masih tinggi sehingga menghambat jalannya roda organisasi. Sebenarnya bila desentralisasi pendidikan maju makin tersebar maka bisa diharapkan kualitas sumber daya manusia Indonesia juga akan semakin meningkat dan tidak menumpuk di pulau Jawa saja. 
Kemarin hari buruh (May day) yang dalam demonstrasinya di berbagai kota menyerukan adanya perubahan pada beberapa kebijakan yang dipandang merugikan kaum buruh. Beberapa hal yang mengemuka misalnya adalah bahwa pemerintah sekarang memprioritaskan kepentingan pemodal saja, terjadi PHK massal, aturan-aturan minim berpihak pada buruh serta tuduhan adanya perbudakan berkedok outsourcing, pemagangan dan honorer selain issue tenaga kerja asing tak terdidik yang makin membanjiri negara kita khususnya dari Tiongkok. Tentu muaranya adalah tentang kesejahteraan para buruh. Hal ini sudah menjadi permasalahan laten/sejak dahulu yang setiap kali hari buruh dikumandangkan/diteriakkan. Selama kondisi ekonomi perusahaan memungkinkan sebenarnya tidak ada masalah. Yang menjadi masalah kadangkala adalah apakah perusahaan mau untuk mengurangi keuntungannya dengan berbagi pada buruh, bersediakah para pemilik/top manajer menurunkan gaya hidupnya, bersediakah pemerintah makin mendengarkan keluhan para buruh dan menjembatani kepentingan pengusaha dan buruh?? Bersediakah pula pemerintah merevisi aturan-aturan yang sangat merugikan buruh seperti tuntutan mereka?? Bersediakah para wakil rakyat memberikan solusi nyata (tidak hanya wacana) dalam menyelesaikan permasalahan buruh tanpa memikirkan diri sendiri, memperkaya diri atau popularitas diri?? Perdebatan yang tak akan kunjung selesai karena berbagai faktor yang saling terkait dan rumit. Perlu jiwa besar semua pihak untuk itu.
Teknologi informasi sudah demikian berkembang dengan pesat. Setiap buruh pasti mempunyai handphone untuk berkomunikasi, semiskin apapun, karena sejak beberapa tahun terakhir barang tersebut tidak pernah lepas dari sisi manusia Indonesia. Sudah saatnya bagi buruh untuk meningkatkan kemampuan dan ketrampilannya dalam menghasilkan uang atau kebutuhan hidup lainnya dari HP yang mereka miliki serta berbagai media sosial yang mereka ikuti. Selama ini HP lebih banyak digunakan untuk ber- haha hihi, ketawa ketiwi, serta bersendagurau yang tidak banyak manfaatnya. Sudah waktunya untuk merubah kebiasaan menjadi hal-hal yang positif. Ketrampilan kewirausahaan sudah harus makin ditingkatkan jumlah dan mutunya agar tujuan pembangunan manusia Indonesia seutuhnya yang berbudaya maju segera terwujud sehingga Indonesia menjadi salah satu negara adidaya dunia. Keunggulan komparatif berupa sumber daya alam yang demikian luar biasa seringkali tidak dapat diolah dengan baik karena keterbatasan pendidikan para pekerja (SDM)nya. Banyak di antara kita yang demikian tergantung pada perusahaan atau institusi kita. Kita kurang banyak memanfaatkan kecanggihan teknologi dalam meraup penghasilan. Kreativitas kita diuji sampai dengan batas ini, tidak hanya business as ussual saja. Sudah sewajarnya bila kita mampu berimprovisasi dan berinovasi dengan kegiatan-kegiatan yang lebih baik dan makin berkembang. Dalam hal-hal tertentu sudah bukan jamannya lagi untuk terlalu bergantung pada pemerintah. Setiap insan Indonesia harus berupaya untuk mandiri dalam ikatan 4 pilar kebangsaan kita yang dijiwai oleh semangat Sumpah Pemuda.
Momen hari buruh dan hari pendidikan nasional yang berurutan ini sangat penting dalam memupuk kembali rasa persatuan dan kesatuan kita, senasib sepenanggungan sebagai bangsa Indonesia yang sempat terusik karena pilpres dan pileg kemarin. Semoga ke depan adem ayem saja, tidak timbul gejolak yang berarti. Keinginan bangsa Indonesia yang tercantum dalam pembukaan UUD45 sudah demikian jelas. Oleh karena itu maka SDM merupakan sentral pemberdayaan bagi pembangunan nasional. Tidak ada kata lain selain marilah kita bersama-sama bergotong royong membangun bangsa ini agar makin melesat dan hasil pembangunannya dirasakan merata di seluruh wilayah tanah air. In sya allah, aamiin. 

Mengapa masih banyak banjir di beberapa wilayah di Indonesia ??

Kita melihat dan mendengar bahwa di beberapa wilayah di tanah air masih terjadi banjir. Jakarta dan Tangerang misalnya, banjir bahkan di beberapa tempat mencapai ketinggian sampai dengan atap rumah. Genangan air banjir ini masih berlangsung sampai dengan saat ini. Tidak dapat dipungkiri bahwa banjir ini disebabkan karena curah hujan yang tinggi dan banyaknya sampah pada sungai yang menyebabkan air luber keluar dari aliran sungai. Dampak yang ditimbulkannya luar biasa. Di medsos seperti biasanya timbul nyinyiran dan sindiran pada pimpinan daerah yang sampai dengan saat ini masih menggema. Memang benar bahwa salah satu upaya untuk mengatasi banjir adalah memasukkan air ke dalam tanah, tapi berdasarkan teori misalnya oleh Rockstroom, hanya 10% saja curah hujan yang mampu meresap ke dalam tanah. Sisanya menjadi air larian (run off) dan evapotranspirasi. Tentu ini tidak sebanding dengan banyaknya air yang akhirnya bermuara ke laut. Jadi bagaimanapun upayanya untuk memasukkan air ke dalam tanah, tetap saja jauh lebih banyak air yang mengalir ke laut. Sialnya, bila laut mengalami pasang maka air tidak serta merta bergerak dan masuk ke laut. Air akan tertahan dan menyebabkan genangan yang lebih lama dibanding kalau laut dalam keadaan surut. Pagi ini diberitakan di Surabaya juga air banjir masuk ke dalam area mall. Semua ini menunjukkan bahwa curah hujan masih tinggi di beberapa wilayah di tanah air. Meskipun matahari sudah bergerak menuju ke arah Utara sebulan setelah matahari melewati ekuator, ternyata hujan masih juga turun dengan deras di banyak tempat di tanah air. Di Sumatera juga banjir terjadi di beberapa tempat. Coba kita lihat streamline angin di wilayah Indonesia dan sekitarnya pada (ramalan) hari kemarin, berikut ini.
Tampak tiga pusat tekanan rendah di wilayah Indonesia yang mengakibatkan curah hujan tinggi di banyak tempat di Indonesia. Daerah-daerah konvergensi yang banyak awannya ini berpotensi menyebabkan banjir meskipun banjir sendiri tidak melulu diakibatkan oleh curah hujan tinggi. Perilaku manusia, kondisi resapan yang jauh berkurang karena permukaan tanah sudah diaspal/dibeton atau sudah terlalu banyak bangunan sedangkan saluran drainase tidak ada bisa menyebabkan air hujan akan meluber dari saluran drainase atau sungai. Akibatnya banjir ada dimana-mana. Tantangan bagi kita semua untuk mengembalikan fungsi lahan dan mengurangi sebesar-besarnya dampak yang ditimbulkan akibat banjir tersebut. Meskipun pola angin nampaknya juga sudah mulai menguat angin tenggaranya namun keberadaan pusat tekanan rendah/daerah konvergensi nampaknya masih akan ada untuk beberapa waktu ke depan. Dua daerah netral yang bisa berakibat pada pembentukan dan penghilangan awan juga terdapat di Indonesia yang turut menyumbang pada timbul/berkurangnya banjir. Semoga tidak ada lagi wilayah kita yang banjir bila lingkungan hidup diperbaiki, saluran drainase dinormalisasi, dan waduk/embung tetap dalam dan tidak makin dangkal. Tak ketinggalan, perilaku/kebiasaan masyarakat membuang sampah seenaknya/ke sungai diubah dan pendidikan kesadaran lingkungan hidup diajarkan sejak dini. 


Pola cuaca Indonesia: prakiraan dan fakta

Melihat gambar di bawah ini yang  menunjukkan streamline yang mulai bergeser dan menunjukkan pola timuran yang mulai dominan maka kelihatannya musim transisi sedang berlangsung dari musim hujan ke musim kemarau. Meningat posisi matahari saat ini sudah berada di utara katulistiwa maka akan terjadi pembalikan arah angin secara bertahap dari angin timur laut di bumi utara Indonesia menjadi angin barat daya. Sedangkan di bumi selatan katulistiwa akan bertahap menjadi angin tenggara yang ketika melewati katulistiwa maka akan menjadi angin barat daya. Pola yang terlihat di bawah sekali lagi menunjukkan pola yang mengalami pergeseran. Pusat tekanan rendah di wilayah Indonesia khususnya di barat laut dan barat daya Jakarta membawa dampak pada banyaknya perawanan di sekitarnya apalagi di Sumatera meskipun ada daerah netral yang menunjukkan daerah konvergensi dan divergensi. Daerah konvergensi menunjukkan pola perawanan sedangkan daerah divergensi menunjukkan pola langit yang cerah tanpa awan.

Di sebelah timur laut Papua juga masih ada pola tekanan rendah yang membawa dampak pada cuaca di sekitarnya. Marilah kita coba lihat pola perawanan yang terjadi pada hari ini berdasarkan satelit Himawari 8 jam 10 WIB. Terlihat awan-awan tebal yang seperti digambarkan di atas  mempunyai potensi untuk turunnya hujan. Praktis di Sebagian Jawa khususnya Jawa Timur sampai Timur Leste perawanan tidak banyak terjadi, langit jauh lebih cerah dibanding wilayah Indonesia lainnya. Demikian pula yang terjadi di Utara Australia dan beberapa negara ASEAN yang lain seperti Thailand, Kamboja, Vietnam. Myanmar, Philippina tidak banyak perawanan yang berpotensi hujan.Laut China Selatan dan laut Pasifik bagian barat juga mengalami hal yang sama. Bila bepergian ke wilayah-wilayah tersebut relatif aman dari gangguan cuaca.
Semoga uraian singkat ini mencerahkan bagi kita semua. Salam sejahtera bagi kita semua. Aamiin.

Hai ...apa kabar hari ini??

Kali ini saya tidak akan lagi banyak menyampaikan teori, namun lebih banyak analisis yang akan saya sampaikan tentang berbagai fenomena cuaca dan iklim di wilayah ASEAN. Ini saya lakukan untuk makin mengembangkan ilmu pengetahuan kita dalam memahami kawasan ASEAN yang saya yakin banyak peristiwa cusiklim yang menarik di area ini. Di Utara berbatasan dengan benua Asia, di Selatan dengan benua Australia, sedangkan di kiri kanannya terdapat Samudra Hindia dan Samudra Pasifik. Fenomena sirkulasi dalam arah meridional dan zonal banyak terdapat di kawasan ini. Sirkulasi laut juga sangat berpengaruh di kawasan ini dimana untuk sirkulasi di dekat permukaan sangat dipengaruhi oleh pergerakan angin. Mari kita lihat sekali lagi wilayah ASEAN itu di sebelah mana dalam peta dunia.

Peta ini saya tampilkan karena banyak di antara warga negara kita yang tidak tahu wilayah ini wong untuk peta Indonesia saja, sering tidak hafal. Pendidikan tentang peta ini sangat penting mengingat bila wilayah kita saja kita tidak tahu maka menjadi wajar jika masalah hankam hanya menjadi urusan TNI, padahal keikutsertaan masyarakat dalam memahami dan mempertahankan wilayah NKRI sangat penting. Masih ingatkah kita perjuangan para pahlawan RI dalam menjaga kedaulatan RI. Setiap jengkal tanah dipertahankan dengan taruhan nyawa. Patok perbatasan yang hanya bergeser satu meter saja ke wilayah kita akan merugikan kita ratusan kilometer persegi. Maka sudah seharusnya sejak usia dini dikenalkan tentang peta wilayah tanah air. Sedikit demi sedikit dikenalkan wilayah negara tetangga kita agar hankam, sosial budaya dan perekonomian di wilayah ini menjadi makin maju.



ENTRI UNGGULAN

Webinar Refleksi Bencana Hidrometeorologi

  Sambutan webinar “Refleksi bencana hidrometeorologis 2023 dan peluangnya di tahun 2024” Para senior yg saya hormati, Para pembicara we...

POSTINGAN POPULER