Sudah adakah perubahan pada kondisi 5 tahun yang lalu ini
pada saat ini?? Sejauh mana perubahannya?? Simak tulisan di bawah ini.
-------------------------
Sudah menjadi kebiasaan kita bahwa perencanaan dan
pelaksanaan pembangunan tidak sesuai dengan cuaca dan musim pada saat itu. Dana
pembangunan biasanya turun pada saat-saat menjelang pertengahan bahkan akhir
tahun. Ketika sudah akhir tahun, sibuk dengan berbagai kegiatan yang dipaksakan
untuk dilaksanakan agar dana tidak hangus. Itu kalau kita mau jujur. Semua
instansi pemerintah melakukan hal tersebut. Ini sebenarnya membuktikan bahwa
tidak ada perencanaan yang matang dalam mengelola penggunaan dana pembangunan.
Celakanya lagi ketika
pembangunan infrastruktur dilaksanakan seringkali
memasuki musim hujan khususnya bagi daerah-daerah yang bertipe curah hujan
monsoonal. Hal ini tidak saja membuat pembangunan tidak efektif dan efisien
namun juga membentuk karakter asal jadi sehingga keluarlah ilmu kepepet dimana
semua dipercepat pada akhir tahun tidak begitu memperdulikan kualitas hasil.
Negara kita adalah Negara tropis yang membentang dari Sabang
sampai Merauke, dari Miangas sampai pulau Rote. Merupakan wilayah kepulauan
yang indah yang berada di antara samudra Hindia dan Pasifik, antara benua Asia
dan Australia. Mengalami pemanasan sepanjang tahun (12 jam/hari) dengan suhu yang
cukup tinggi, kelembapan tinggi, dan tekanan yang rendah serta mengalami
sirkulasi Hadley, Walker dan lokal. Kombinasi berbagai faktor inilah yang
menyebabkan wilayah kita mempunyai perawanan (awan-awan) vertikal yang
terbesar di dunia, mengalahkan yang berada di atas Amerika Selatan dan Afrika
tropis. Keberadaan transfer panas melalui udara inilah yang turut menyumbang
pada pola cuaca di belahan bumi berlintang lebih tinggi. Boleh dikatakan bahwa
Indonesia merupakan jantungnya cuaca , musim dan iklim global. Keberadaan
wilayah kontinen maritim ini membawa pengaruh pada terbentuknya osilasi dan
gelombang di atmosfer yang bisa berdampak global.
Gerak semu matahari di antara lintang 23,5o LU
sampai dengan 23,5o LS memberi pengaruh nyata pada pembentukan pola
curah hujan di tanah air. Kita mengenal 3 pola curah hujan yakni monsoonal,
ekuatorial, dan lokal. Pola monsoonal ditandai dengan tingginya curah hujan
selama Desember-Januari-Pebruari dan rendahnya curah hujan selama
bulan Juni-Juli-Agustus. Dengan kata lain, bentuk monsoonal ini bila diplot
antara besarnya curah hujan dan waktu (bulan) maka menyerupai bentuk huruf V.
Pola ekuatorial ditandai dengan bentuk plot yang menyerupai huruf M dimana
bulan Maret-April-Mei dan September-Oktober-November curah hujannya tinggi
dibanding bulan-bulan lainnya. Sedangkan tipe curah hujan lokal ditunjukkan
dengan pola yang berkebalikan dengan pola monsoonal. Umumnya wilayah Indonesia
bertipe curah hujan monsoonal diikuti oleh tipe ekuatorial dan paling sedikit
yang bertipe lokal. Area dari tipe curah hujan monsoonal adalah sebagian besar
Sumatera khususnya bagian selatan, seluruh Jawa sampai Nusa Tenggara,
Kalimantan bagian Selatan, sebagian besar Sulawesi, dan Papua bagian tengah.
Pola ekuatorial membentang di sekitar ekuator/katulistiwa dari barat sampai
timur sedangkan pola lokal banyak terjadi di wilayah sekitar pegunungan.
Dengan kondisi semacam di atas sudah seharusnya hal tersebut
diperhitungkan dalam perencanaan dan pelaksanaan pembangunan. Di antara sekian
banyak parameter cuaca dan iklim maka curah hujanlah yang paling terlihat
dampaknya. Negara-negara di lintang tengah dan tinggi seluruhnya
mempertimbangkan cuaca dan musim dalam keseharian aktivitas pembangunan. Pada
saat musim dingin praktis semua pembangunan infrastruktur luar ruangan
dihentikan sedangkan pada saat musim panas semuanya dipercepat. Kita kurang
belajar dari pengalaman Negara-negara lain tersebut. Tidak heran kalau
pembangunan infrastruktur sering boros anggaran. Seharusnya dengan 3 tipe hujan
tersebut maka ada 3 tipe penganggaran.
Sebenarnya pihak yang berwenang untuk mengeluarkan ramalan
musim (BMKG) telah jauh-jauh hari mengumumkan ramalannya. Ramalan cuaca bahkan
setiap hari disampaikan dalam media masa cetak dan elektronik. Masyarakat pun
diberi keleluasaan untuk mendapatkan informasi cuaca gratis melalui situs yang
dimilikinya. Namun sayangnya informasi yang diberikan tersebut belum
mendapatkan perhatian serius dari pemerintah dalam semua kegiatan pembangunan.
Hanya beberapa instansi saja yang sudah cukup melek (sadar)
akan pentingya informasi cuaca, musim dan iklim (cusiklim) sedangkan yang lain
kurang begitu peduli. Barangkali BMKG belum menyuguhkan informasi yang bisa
dicerna oleh instansi-instansi tersebut untuk operasional kesehariannya. Bisa
pula disebabkan oleh kasarnya resolusi informasi yang diberikan, dengan kata
lain keakuratannya masih kasar karena mencakup daerah yang luas sementara yang
dibutuhkan adalah yang beresolusi tinggi. Dengan sumber daya manusia yang sudah
makin meningkat namun dengan dukungan instrument dan super computer yang belum
memadai menyebabkan belum optimalnya ramalan yang diberikan.
Sebenarnya dengan sedikit memodifikasi lembaga semacam BMKG
ini maka akan diperoleh hasil yang optimal. Kebijakan-kebijakan yang mengekang
dan membatasi terhadap keterbukaan data seharusnya dihilangkan. Negara-negara
maju banyak menganut sistem “open data” dimana masyarakat luas dapat mengakses
data cuaca dan iklim dengan sangat mudah. Hal ini berbeda dengan di Negara kita
dimana kebijakan/peraturan perundang-undangan membatasi masyarakat luas untuk
memperoleh data. Bahkan dikeluarkan keppres untuk mengatur harga data.
Seharusnya sudah kewajiban pemerintah untuk mengalokasikan dana bagi “data
collecting, processing and analyzing” yang dilakukan oleh BMKG. Masyarakat yang
menggunakan data BMKG seharusnya cukup dengan mencantumkan bahwa sumber data
adalah dari BMKG, misal dalam makalah-makalah yang ditulisnya. Ini tidak saja
merupakan sosialisasi peran BMKG dalam pembangunan namun juga pelibatan
masyarakat dalam peningkatan mutu layanan kepada masyarakat melalui kegiatan
penelitian. Penelitian-penelitian yang baik akan menunjang pada peningkatan
kualitas layanan informasi cuaca, musim dan iklim sehingga akan terjadi proses
simbosis mutualisma (saling menguntungkan). Sudah saatnya peraturan/keppres
tersebut dicabut.
Kejadian kebakaran hutan dan lahan tahun 2015 dan 2019 kemarin
sudah seharusnya membuka wawasan, cakrawala berpikir pemerintah dan masyarakat
akan begitu pentingnya informasi cuaca, musim dan iklim. Bila sejak awal
pemerintah menyadari pentingnya informasi cusiklim tersebut maka kejadian
kebakaran hutan dan lahan kemarin tidak akan terlalu parah. Usaha yang
dilakukan pemerintah seperti water bombing dan hujan buatan
oleh UPT hujan buatan BPPT akan lebih efektif dan efisien. BRIN, BMKG,
Kementrian LHK, BNPB, dan TNI + Polri, Pemerintah Daerah bisa lebih fokus dan
tidak saling tunggu komando, apalagi kalau sudah menyangkut anggaran yang cukup
riskan pertanggungjawabannya.
Selain masalah “open data” di atas, pemerintah harus
menambah resolusi spasial dan temporal untuk data cusiklim dengan mempercanggih
teknologi pengumpulan data misalnya dengan mengotomatisasikan pengambilan data
cuaca, penyimpanannya, dan pengolahannya. Dengan perbanyakan AWS (automatic
weather station) di seluruh wilayah tanah air, katakanlah satu kota
mempunyai 10 AWS saja maka resolusi spasial bisa
ditingkatkan dengan signifikan. Meskipun kita mendapatkan citra satelit namun
hasilnya masih harus dikalibrasi dengan data pengamatan permukaan, misal dengan
AWS ini. Industri instrument meteorologi dan klimatologi juga akan makin
berkembang dengan penerapan alat-alat meteorologi dan AWS di seluruh tanah air,
tidak lagi berorientasi impor. Bahkan mungkin akan banyak software-software
produk lokal yang mampu memproses data cusiklim dengan akurat, dan banyak
dampak positif lainnya.
Pelibatan
masyarakat dalam pengumpulan data dan informasi kejadian cuaca akan juga sangat
penting. Berbagai sarana komunikasi bisa dilakukan, misal melalui sms, wa, fb,
twitter, telepon dll. Ini tidak saja akan memperbaiki resolusi spasial dan
temporal, namun juga meningkatkan kecintaan masyarakat akan pentingnya data dan
informasi cusiklim. Semoga saja hal-hal di atas membuka pemikiran para
pengambil kebijakan demi kebutuhan dan kesejahteraan masyarakat.
---------------------------
Apa yang disampaikan di atas kebanyakan adalah pada saat kondisi
normal. Bilamana kondisi cuaca, musim dan iklim (cusiklim) mengalami anomali
akibat keberadaan El Nino dan La Nina baik konvensional maupun Modoki, Dipole
Mode positif maupun negatif serta anomali pada pola monsoon dan akibat
pemanasan global serta perubahan iklim
maka kondisinya akan makin memburuk. Ramalan para ahli dunia menunjukkan bahwa
kemungkinan besar kondisi masa depan tidak seperti yang kita inginkan. Berbagai
krisis bisa terjadi khususnya pada masalah air, pangan dan energi serta kondisi
cuaca dan iklim yang ekstrim makin sering terjadi. Oleh karena itu maka harus ada upaya bersama pada skala ruang dan waktu
apapun mulai dari mikro sampai global oleh seluruh kepala negara dan
pemerintahan di dunia ini untuk mengatasi persoalan persoalan di atas. Sebagai
warga negara yang baik maka sudah seharusnya untuk mendukung upaya upaya
tersebut agar umat manusia di seluruh dunia tidak waswas dan optimis bahwa
dunia masih akan cukup lama bisa ditinggali dengan nyaman.
Bandung, 4 Juli 2023