Webinar Refleksi Bencana Hidrometeorologi

 Sambutan webinar “Refleksi bencana hidrometeorologis 2023 dan peluangnya di tahun 2024”

Para senior yg saya hormati,

Para pembicara webinar yth,

Para Bapak dan Ibu serta Saudara saudari peserta webinar yg terhormat,

Assalamualaikum wr. Wb,

Indonesia terletak di wilayah tropis yang dilalui oleh garis khatulistiwa yang mempunyai tingkat kerentanan tinggi dalam hal bencana alam. Dengan kondisi geografis, geologis, hidrologis, meteorologis dan demografis yang demikian kompleks maka bencana alam misal gempa bumi, tsunami, gunung meletus, banjir, kekeringan, angin kencang, puting beliung, siklon, badai tropis, tanah longsor beserta dampaknya merupakan berita keseharian kita. Bencana alam tersebut berasal dari bawah permukaan maupun di atas permukaan tanah/air. Berdasarkan rilis dari BNPB, sampai dengan hari ini terdapat 4852 bencana yang terjadi di Indonesia dengan rincian yang bisa diakses di: https://gis.bnpb.go.id/

Ini menunjukkan bahwa bencana hidrometeorologis merupakan jenis bencana alam terbesar yang terjadi di wilayah kita meskipun kata “hidrometeorologis” tidak disebutkan dalam UU Kebencanaan RI. Seharusnya kata tersebut dimasukkan dalam UU no. 24 tahun 2007 yang mengatur Penanggulangan Bencana. Meskipun tampaknya hal tersebut diperbaiki melalui peraturan perundangan di bawahnya yakni Peraturan Presiden no 87 tahun 2020 dimana muncul kata hidrometeorologi dan perubahan iklim. 

Dengan selalu merefresh ingatan kita bahwa Negara kita mempunyai tingkat risiko yang tinggi pada masalah kebencanaan hidrometeorologis ini, maka semua pihak harus bahu membahu untuk saling mengingatkan dan belajar dari pengalaman yang ada sekaligus juga mempersiapkan segala sesuatunya menghadapi kemungkinan terjadinya bencana alam di masa mendatang.

Kerjasama antara pemerintah (baik pusat maupun daerah), swasta, perguruan tinggi, komunitas dan media masa sangat penting untuk menyadarkan masyarakat agar makin melek (menyadari, paham) tentang masalah bencana alam ini. Jangan sampai timbul korban jiwa yang seharusnya tidak perlu terjadi. Dari data BNPB selama tahun 2023 ini terdapat korban jiwa sebanyak 257 orang dan 33 orang hilang serta lebih dari 8,5 juta jiwa mengungsi. Bila early warning system berjalan dengan baik, barangkali jumlah korban jiwa beserta seluruh kerugian yang ditimbulkan oleh bencana alam ini bisa diredusir dengan signifikan. Bagaimana peluang kejadian bencana alam hidrometeorologis ini di tahun 2024 mendatang, semoga bisa terjawab dalam webinar ini. Selamat berwebinar “Refleksi bencana hidrometeorologis 2023 dan peluangnya di tahun2024

Terimakasih

Wassalamualaikum Wr. Wb,

Bandung, 28 Desember 2023

Dr. Joko Wiramo MP

Dosen Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian ITB

Ketua Panitia

 

 

Webinar Awal Musim Hujan di Indonesia

 Pada tanggal 28 Oktober 2023 kemarin telah dilaksanakan Webinar Awal Musim Hujan di Indonesia yang dihadiri 197 peserta dari 34 propinsi di Indonesia. Panitia menghadirkan Kepala BMKG dan para dosen peneliti ITB serta BRIN yang menyajikan berbagai perspektif dalam memandang kapan awal musim hujan terjadi di wilayah kita. Acara tersebut dapat disaksikan dalam video berikut ini. 

Pembukaan Kegiatan

https://youtu.be/WFMKjEq638E?si=g5SPPpx-84pYLwy7

Materi Prof. Dwikorita Karnawati (Kepala BMKG)

https://youtu.be/nfpvyV3tNzs?si=1hLRZw-BrzQ2AK6K

Materi Dr. Joko Wiratmo MP (ITB)

https://youtu.be/h6YouCFjzoc?si=9FBtRSZlXRO9kyNJ

Materi Dr. Dasapta Erwin Irawan ST MT (ITB)

https://youtu.be/sZxEKLfQsbE?si=s6oJq6711ADVNrlH

Materi Prof. Eddy Hermawan (BRIN)

https://youtu.be/YNfXXE4kKXI?si=EH1aunxPd7HSfXA9

Sesi Tanya Jawab

https://youtu.be/ACBX3p1D9r4?si=EVwOgmnKf3_7rawu


Rencanakan pembangunan berbasis informasi cuaca, musim dan iklim

Sudah adakah perubahan pada kondisi 5 tahun yang lalu ini pada saat ini?? Sejauh mana perubahannya?? Simak tulisan di bawah ini.

-------------------------

Sudah menjadi kebiasaan kita bahwa perencanaan dan pelaksanaan pembangunan tidak sesuai dengan cuaca dan musim pada saat itu. Dana pembangunan biasanya turun pada saat-saat menjelang pertengahan bahkan akhir tahun. Ketika sudah akhir tahun, sibuk dengan berbagai kegiatan yang dipaksakan untuk dilaksanakan agar dana tidak hangus. Itu kalau kita mau jujur. Semua instansi pemerintah melakukan hal tersebut. Ini sebenarnya membuktikan bahwa tidak ada perencanaan yang matang dalam mengelola penggunaan dana pembangunan. Celakanya lagi ketika pembangunan  infrastruktur  dilaksanakan seringkali memasuki musim hujan khususnya bagi daerah-daerah yang bertipe curah hujan monsoonal. Hal ini tidak saja membuat pembangunan tidak efektif dan efisien namun juga membentuk karakter asal jadi sehingga keluarlah ilmu kepepet dimana semua dipercepat pada akhir tahun tidak begitu memperdulikan kualitas hasil.

Negara kita adalah Negara tropis yang membentang dari Sabang sampai Merauke, dari Miangas sampai pulau Rote. Merupakan wilayah kepulauan yang indah yang berada di antara samudra Hindia dan Pasifik, antara benua Asia dan Australia. Mengalami pemanasan sepanjang tahun (12 jam/hari) dengan suhu yang cukup tinggi, kelembapan tinggi, dan tekanan yang rendah serta mengalami sirkulasi Hadley, Walker dan lokal. Kombinasi berbagai faktor inilah yang menyebabkan wilayah kita mempunyai perawanan (awan-awan) vertikal  yang terbesar di dunia, mengalahkan yang berada di atas Amerika Selatan dan Afrika tropis. Keberadaan transfer panas melalui udara inilah yang turut menyumbang pada pola cuaca di belahan bumi berlintang lebih tinggi. Boleh dikatakan bahwa Indonesia merupakan jantungnya cuaca , musim dan iklim global. Keberadaan wilayah kontinen maritim ini membawa pengaruh pada terbentuknya osilasi dan gelombang di atmosfer yang bisa berdampak global.

Gerak semu matahari di antara lintang 23,5o LU sampai dengan 23,5o LS memberi pengaruh nyata pada pembentukan pola curah hujan di tanah air. Kita mengenal 3 pola curah hujan yakni monsoonal, ekuatorial, dan lokal. Pola monsoonal ditandai dengan tingginya curah hujan selama Desember-Januari-Pebruari  dan rendahnya curah hujan selama bulan Juni-Juli-Agustus. Dengan kata lain, bentuk monsoonal ini bila diplot antara besarnya curah hujan dan waktu (bulan) maka menyerupai bentuk huruf V. Pola ekuatorial ditandai dengan bentuk plot yang menyerupai huruf M dimana bulan Maret-April-Mei dan September-Oktober-November curah hujannya tinggi dibanding bulan-bulan lainnya. Sedangkan tipe curah hujan lokal ditunjukkan dengan pola yang berkebalikan dengan pola monsoonal. Umumnya wilayah Indonesia bertipe curah hujan monsoonal diikuti oleh tipe ekuatorial dan paling sedikit yang bertipe lokal. Area dari tipe curah hujan monsoonal adalah sebagian besar Sumatera khususnya bagian selatan, seluruh Jawa sampai Nusa Tenggara, Kalimantan bagian Selatan, sebagian besar Sulawesi, dan Papua bagian tengah. Pola ekuatorial membentang di sekitar ekuator/katulistiwa dari barat sampai timur sedangkan pola lokal banyak terjadi di wilayah sekitar pegunungan.

Dengan kondisi semacam di atas sudah seharusnya hal tersebut diperhitungkan dalam perencanaan dan pelaksanaan pembangunan. Di antara sekian banyak parameter cuaca dan iklim maka curah hujanlah yang paling terlihat dampaknya. Negara-negara di lintang tengah dan tinggi seluruhnya mempertimbangkan cuaca dan musim dalam keseharian aktivitas pembangunan. Pada saat musim dingin praktis semua pembangunan infrastruktur luar ruangan dihentikan sedangkan pada saat musim panas semuanya dipercepat. Kita kurang belajar dari pengalaman Negara-negara lain tersebut. Tidak heran kalau pembangunan infrastruktur sering boros anggaran. Seharusnya dengan 3 tipe hujan tersebut maka ada 3 tipe penganggaran.

Sebenarnya pihak yang berwenang untuk mengeluarkan ramalan musim (BMKG) telah jauh-jauh hari mengumumkan ramalannya. Ramalan cuaca bahkan setiap hari disampaikan dalam media masa cetak dan elektronik. Masyarakat pun diberi keleluasaan untuk mendapatkan informasi cuaca gratis melalui situs yang dimilikinya. Namun sayangnya informasi yang diberikan tersebut belum mendapatkan perhatian serius dari pemerintah dalam semua kegiatan pembangunan. Hanya beberapa instansi saja yang sudah cukup melek (sadar) akan pentingya informasi cuaca, musim dan iklim (cusiklim) sedangkan yang lain kurang begitu peduli. Barangkali BMKG belum menyuguhkan informasi yang bisa dicerna oleh instansi-instansi tersebut untuk operasional kesehariannya. Bisa pula disebabkan oleh kasarnya resolusi informasi yang diberikan, dengan kata lain keakuratannya masih kasar karena mencakup daerah yang luas sementara yang dibutuhkan adalah yang beresolusi tinggi. Dengan sumber daya manusia yang sudah makin meningkat namun dengan dukungan instrument dan super computer yang belum memadai menyebabkan belum optimalnya ramalan yang diberikan.

Sebenarnya dengan sedikit memodifikasi lembaga semacam BMKG ini maka akan diperoleh hasil yang optimal. Kebijakan-kebijakan yang mengekang dan membatasi terhadap keterbukaan data seharusnya dihilangkan. Negara-negara maju banyak menganut sistem “open data” dimana masyarakat luas dapat mengakses data cuaca dan iklim dengan sangat mudah. Hal ini berbeda dengan di Negara kita dimana kebijakan/peraturan perundang-undangan membatasi masyarakat luas untuk memperoleh data. Bahkan dikeluarkan keppres untuk mengatur harga data. Seharusnya sudah kewajiban pemerintah untuk mengalokasikan dana bagi “data collecting, processing and analyzing” yang dilakukan oleh BMKG. Masyarakat yang menggunakan data BMKG seharusnya cukup dengan mencantumkan bahwa sumber data adalah dari BMKG, misal dalam makalah-makalah yang ditulisnya. Ini tidak saja merupakan sosialisasi peran BMKG dalam pembangunan namun juga pelibatan masyarakat dalam peningkatan mutu layanan kepada masyarakat melalui kegiatan penelitian. Penelitian-penelitian yang baik akan menunjang pada peningkatan kualitas layanan informasi cuaca, musim dan iklim sehingga akan terjadi proses simbosis mutualisma (saling menguntungkan). Sudah saatnya peraturan/keppres tersebut dicabut.

Kejadian kebakaran hutan dan lahan tahun 2015 dan 2019 kemarin sudah seharusnya membuka wawasan, cakrawala berpikir pemerintah dan masyarakat akan begitu pentingnya informasi cuaca, musim dan iklim. Bila sejak awal pemerintah menyadari pentingnya informasi cusiklim tersebut maka kejadian kebakaran hutan dan lahan kemarin tidak akan terlalu parah. Usaha yang dilakukan pemerintah seperti water bombing dan hujan buatan oleh UPT hujan buatan BPPT akan lebih efektif dan efisien. BRIN, BMKG, Kementrian LHK, BNPB, dan TNI + Polri, Pemerintah Daerah bisa lebih fokus dan tidak saling tunggu komando, apalagi kalau sudah menyangkut anggaran yang cukup riskan pertanggungjawabannya.

Selain masalah “open data” di atas, pemerintah harus menambah resolusi spasial dan temporal untuk data cusiklim dengan mempercanggih teknologi pengumpulan data misalnya dengan mengotomatisasikan pengambilan data cuaca, penyimpanannya, dan pengolahannya. Dengan perbanyakan AWS (automatic weather station) di seluruh wilayah tanah air, katakanlah satu kota mempunyai  10  AWS saja maka resolusi spasial bisa ditingkatkan dengan signifikan. Meskipun kita mendapatkan citra satelit namun hasilnya masih harus dikalibrasi dengan data pengamatan permukaan, misal dengan AWS ini. Industri instrument meteorologi dan klimatologi juga akan makin berkembang dengan penerapan alat-alat meteorologi dan AWS di seluruh tanah air, tidak lagi berorientasi impor. Bahkan mungkin akan banyak software-software produk lokal yang mampu memproses data cusiklim dengan akurat, dan banyak dampak positif lainnya.

Pelibatan masyarakat dalam pengumpulan data dan informasi kejadian cuaca akan juga sangat penting. Berbagai sarana komunikasi bisa dilakukan, misal melalui sms, wa, fb, twitter, telepon dll. Ini tidak saja akan memperbaiki resolusi spasial dan temporal, namun juga meningkatkan kecintaan masyarakat akan pentingnya data dan informasi cusiklim. Semoga saja hal-hal di atas membuka pemikiran para pengambil kebijakan demi kebutuhan dan kesejahteraan masyarakat.

---------------------------

Apa yang disampaikan di atas kebanyakan adalah pada saat kondisi normal. Bilamana kondisi cuaca, musim dan iklim (cusiklim) mengalami anomali akibat keberadaan El Nino dan La Nina baik konvensional maupun Modoki, Dipole Mode positif maupun negatif serta anomali pada pola monsoon dan akibat pemanasan global serta  perubahan iklim maka kondisinya akan makin memburuk. Ramalan para ahli dunia menunjukkan bahwa kemungkinan besar kondisi masa depan tidak seperti yang kita inginkan. Berbagai krisis bisa terjadi khususnya pada masalah air, pangan dan energi serta kondisi cuaca dan iklim yang ekstrim makin sering terjadi. Oleh karena itu maka harus  ada upaya bersama pada skala ruang dan waktu apapun mulai dari mikro sampai global oleh seluruh kepala negara dan pemerintahan di dunia ini untuk mengatasi persoalan persoalan di atas. Sebagai warga negara yang baik maka sudah seharusnya untuk mendukung upaya upaya tersebut agar umat manusia di seluruh dunia tidak waswas dan optimis bahwa dunia masih akan cukup lama bisa ditinggali dengan nyaman.

Bandung, 4 Juli 2023

Peringatan Hari Meteorologi Sedunia di ITB


 Peringatan hari Meteorologi Sedunia yang jatuh tanggal 21 Maret diperingati oleh ITB dengan menyelenggarakan webinar hybrid ini. Lebih dari 300 peserta yang mendaftar, sebagian hadir melalui zoom. Acara ini merupakan wujud kepedulian ITB pada berbagai issue yang berkembang di masyarakat terkait berita yang tidak tepat dan hoaks tentang cuaca, musim dan iklim yang selalu berulang setiap tahunnya. Diharapkan dengan webinar ini maka makin banyak berita positif tentang cusiklim, terjadi peningkatan kualitas informasi cuaca ekstrim di media massa dan media sosial serta makin sedikitnya berita hoaks yang meresahkan masyarakat. 

Buku Pengantar Observasi Meteorologi

 Bapak Ibu Saudara semuanya ...berikut ini buku yang telah diterbitkan terkait dengan Observasi Meteorologi.

Perkembangan meteorologi dan klimatologi akhir-akhir ini mengalami percepatan yang sangat besar karena makin meningkatnya perhatian masyarakat terhadap dua cabang ilmu tersebut, apalagi dipacu dengan kondisi pemanasan global dan perubahan iklim yang mempengaruhi hajat hidup orang banyak. Belum lagi ditunjang oleh tumbuhnya industri peralatan/ instrumentasi untuk melakukan pengukuran parameter cuaca dan iklim dalam mengungkap misteri perilaku lingkungan di bumi yang membentuk sistem iklim. Lebih-lebih lagi perkembangan hardware dan software komputer sangat membantu dalam mempercepat pemahaman keadaan alam. Kombinasi antara keingintahuan manusia, instrumentasi observasi yang makin canggih dan sistem komputer yang makin handal merupakan energi yang  sangat besar untuk tujuan meningkatkan pemahaman perilaku sistem iklim yang pada akhirnya membantu usaha manusia untuk meningkatkan kesejahteraannya.

Sistem analog yang di waktu lalu  berjasa besar dalam mengungkap fenomena alam telah berganti menjadi sistem digital sehingga ketepatan pembacaan menjadi lebih obyektif dan tidak berbeda di antara para pengamat cuaca dan iklim. Tinggal sedikit alat-alat konvensional yang menggunakan sistem analog yang belum ditemukan alat digitalnya. Kadangkala pula ditemukan pada suatu stasiun pengamat cuaca dan iklim yang menggunakan dua sistem tersebut. Ini tidak lain upaya untuk menguji kebenaran alat dalam mengukur atau merekam suatu parameter cuaca atau iklim.

Data yang diperoleh dari hasil observasi biasanya digunakan untuk membangun model dan teori tertentu. Perkembangan pemodelan yang sangat dibantu oleh perkembangan sistem komputasi membutuhkan data yang tepat dan akurat untuk verifikasinya. Tanpa data tersebut, suatu model hanyalah sekedar model yang tidak membumi yang mungkin akan menelurkan teori yang tidak sesuai dengan kenyataan. Ada timbal balik antara observasi, teori dan modeling yang boleh dikatakan sebagai suatu lingkaran yang tidak berujung, mana lebih dulu di antara ketiganya.

Sumber daya manusia menjadi kuncinya. Tanpa SDM yang cakap dan terampil tidak akan observasi, teori dan modeling terbangun dengan baik. Dalam observasi, tenaga pengamat harus menjadi sorotan vital mengingat mereka-merekalah yang merupakan ujung tombak dalam menghasilkan data. Oleh karena itu pemahaman tentang landasan teori, prinsip kerja alat, macam dan kegunaan alat, dan lain-lain sangat dibutuhkan dan untuk itu jugalah buku ini ditulis.


ENTRI UNGGULAN

Diundurpun ternyata kesepakatan dana aksi iklim sangat kecil

 Konferensi IPCC di Azerbaijan telah ditutup molor 30 jam dari rencana semula. Banyak pihak menilai bahwa hasil konferensi pun terjelek sepa...

POSTINGAN POPULER