Hari demi hari berlalu tanpa tidak banjir di berbagai tempat. Bahkan kawasan monumen nasional (monas) yang selama ini tidak pernah banjir kemarin terjadi banjir. Underpass kemayoran juga mengalami banjir dan genangan yang puluhan jam belum surut juga meskipun telah dilakukan penyedotan air menggunakan pompa. Silang sengketa antara pemerintah daerah DKI Jakarta dengan pemerintah pusat terjadi terkait dengan kewenangan untuk mengatasinya. Terlepas dari sengketa pengelolaan tersebut, yang menarik adalah mengapa setiap kali musim hujan, kejadian yang sama selalu terjadi bahkan semakin parah. Tidak lain karena kesadaran pihak yang semestinya bertanggungjawab pada kewenangan wilayahnya kurang antisipatif dan terlalu asyik masyuk dengan euforia politik. Kemampuan diplomasi tapi tidak ada kemampuan teknis dalam mengatasi masalah hanyalah bohong besar. Manajerial yang amburadul bisa jadi akan menyebabkan masyarakat kurang terurusi dengan baik. Berkaca dengan apa yang sudah terjadi maka marilah bersama-sama menyediakan waktu untuk mengurusi hal-hal yang mendasar sampai tingkat yang sedetail-detailnya sehingga tidak kaget kalau ada peristiwa tertentu di luar perkiraan yang dinyatakan secara garis besar. Justru mulai dari yang kecil-kecil tersebut maka hal-hal besar bisa muncul sewaktu-waktu.
Kita kurang belajar pada peristiwa yang selalu terjadi. Kita lengah bahwa semestinya kita sudah mempersiapkan infrastruktur mengatasi banjir jauh hari sebelum musim hujan datang. Ini mengingat masalah musim kurang diperhatikan dalam melakukan proses pembangunan. Tidak jarang kita tergopoh-gopoh ketika musim hujan terjadi akibat kurang mengindahkan lingkungan hidup pada saat musim kemarau, demikian juga pembangunan infrastrukturnya. Dalam berbagai kesempatan saya kemukakan masalah ini namun belum memberikan hasil yang signifikan. Sistem penganggaran pembangunan kita masih rigid dan hanya berhitung bahwa dalam satu tahun maka ada 12 bulan, tidak memperhatikan cuaca, musim dan iklim yang terjadi. Beruntunglah presiden kita cukup tanggap untuk membelanjakan bea modal di awal tahun sehingga pembangunan bisa berjalan dengan lebih cepat. Tapi inipun masih belum cukup. Kita mempunyai tiga jenis pola curah hujan di tanah air mengingat memang kalau di wilayah kita curah hujan merupakan parameter cuaca dan iklim paling penting. Musim lebih banyak dibedakan dengan menggunakan data curah hujan. Oleh karena itu maka marilah sedikit lebih repot dengan menggunakan pola penganggaran yang disesuaikan dengan pola musim di Indonesia. Tujuannya tidak lain agar terjadi efisiensi penganggaran dan efektifitas pelaksanaan pembangunan. Gitu saja kok repot, eh repot kok hanya segitu-segitu saja ya 💪😃😄
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
ENTRI UNGGULAN
Diundurpun ternyata kesepakatan dana aksi iklim sangat kecil
Konferensi IPCC di Azerbaijan telah ditutup molor 30 jam dari rencana semula. Banyak pihak menilai bahwa hasil konferensi pun terjelek sepa...
POSTINGAN POPULER
-
Sebelum membahas segala macam hal terkait anomali cuaca dan iklim di wilayah tropis ada baiknya bagi kita untuk mengetahui bagaimana sih y...
-
Kali ini saya tidak akan lagi banyak menyampaikan teori, namun lebih banyak analisis yang akan saya sampaikan tentang berbagai fenomena cua...
-
Saudara-saudara semuanya, berikut ini adalah buku yang saya tujukan untuk kegiatan amal khususnya bagi saudara-saudara kita yang yatim. Tid...
-
Melihat gambar di bawah ini yang menunjukkan streamline yang mulai bergeser dan menunjukkan pola timuran yang mulai dominan maka kelihata...
-
Hari hari ini para ahli iklim dan berbagai bidang sedang melakukan konferensi di Baku Azarbaijan untuk mendiskusikan masalah iklim global d...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar