Konferensi IPCC di Azerbaijan telah ditutup molor 30 jam dari rencana semula. Banyak pihak menilai bahwa hasil konferensi pun terjelek sepanjang sejarah. Ini tentu saja bisa dimaklumi karena meskipun telah ditunda penutupannya sampai 30 jam ternyata komitmen negara maju tidak sesuai dengan yang diharapkan. Mereka yang lebih dulu banyak mengemisikan karbon dan juga berkontribusi sangat besar pada jejak karbon tidak banyak bergeming dari tuntutan awal sekitar 1300 milyar US$. Disepakati dengan terpaksa hanya 300 milyar US$ jauh dari cukup apalagi dimulai pelaksanaannya tahun 2035. Simak berita berikut ini: https://www.msn.com/id-id/berita/other/cop29-sepakati-negara-kaya-setor-pembiayaan-dana-iklim-us-300-miliar/ar-AA1uE9Dq?ocid=socialshare&pc=U531&cvid=767feda46c4443e99414afbd1aa1c95e&ei=124
Jelas bahwa tidak banyak yang bisa diharapkan dari dana yang demikian kecil ini untuk mengatasi pemanasan global dan perubahan iklim. Setiap negara harus berupaya keras untuk mencukupi dirinya sendiri dalam aksi iklimnya. Dalam situasi yang tidak menguntungkan ini Indonesia harus berupaya untuk menggali dana gotong royong di dalam negeri. Mau tidak mau perdagangan karbon dan pajak karbon diterapkan dengan skema yang dirasa mungkin tidak mengenakkan terutama bagi pihak swasta. Pemerintah harus secara aktif mengkampanyekan masalah ini dan mengupayakan agar terjadi percepatan dalam menurunkan emisi karbon dengan melibatkan partisipasi masyarakat. Bagi sebagian besar masyarakat Indonesia istilah perdagangan karbon dan pajak karbon pun masih terasa asing. Jadi jangankan turut berpartisipasi aktif, mendengar istilah keduanyapun barangkali belum pernah bahkan di kalangan orang orang yang berpendidikan sekalipun. Peran serta masyarakat dalam mereduksi karbon seringkali terkendala masalah keadilan iklim karena masyarakat harus mengurangi kenikmatan dan kenyamanan hidupnya. Emisi karbon berkorelasi positif dengan kenyamanan hidup. Makin tinggi tingkat kenyamanan hidupnya makin tinggi pula emisi karbonnya. Hal ini karena teknologi tinggi yang saat ini ada untuk mengurangi jejak karbon masih terbilang mahal. Nanti ketika industri dan masyarakat luas makin banyak yang menerapkan teknologi hijau, transportasi, pertanian yang rendah karbon maka bisa diharapkan laju pemanasan global dan perubahan iklim relatif bisa diperlambat, dengan catatan negara lainpun melakukan hal yang serupa.